Sebut
ia beta. Namanya berderet setelah beta, Gama.
Panggillah ia dengan sebutan mas, itu adalah sebutan untuk seorang lelaki yang
lebih tua. Tuhan mempertemukan kami dalam suatu pertemuan yang sangat tak
terencana. Mungkin ini yang disebut dengan petunjuk Tuhan, bahwa Tuhan tak
pernah meninggalkanmu selalu ada dan memberikanmu jawaban dari setiap
pertanyaanmu.
Saat itu ia memanggilku. Saat aku
hendak kembali ke wisma untuk mengambil mobilephone
ku. Aku putuskan untuk menunda keperluanku, aku hampiri ia dengan sebuah sapaan.
“mas mutokhib dulu notulensi kaya kamu. kamu bisa
belajar banyak dari dia”
Awalnya..kau tahu??aku tak memiliki
sebuah ketertarikan tentang apa yang akan dinasihatkan kepadaku oleh mas
mukhotib *sebenarnya beliau sudah tua. Tapi berhubung lebih enak panggil mas,
sebutnya mas aja yah hahha. Ia bercerita kepadaku banyak hal, yang akhirnya aku
sangat tertarik dengan pembicaraan diantara kami.
“aku sudah menjadi notulis selama ±3tahun.
Dan aku menikmatinya. Tak pernah sedikitpun aku merasa bosan. Karena bagiku
seorang notulis tidak hanya perkara mencatat, tapi juga belajar. Kau bisa
belajar banyak hal dari tulisan-tulisanmu. Itu adalah sebuah kebanggan untukmu
tersendiri ketika tulisanmu dibaca oleh banyak orang. Aku tak pernah merasa
lelah, aku bahkan tak pernah belajar secara khusus tentang bagaimana menjadi
notulis maupun fasilitator yang baik. Semuanya otodidak. Aku hanya melakukan
apa yang aku suka dan apa yang aku mau. Aku suka menulis, jadi aku menulis hanya
karna aku suka”
Seperti
itu yang aku ingat. Pelajaran pertama yang aku dapat adalah jangan
melihat suatu pekerjaan dari segi kebosanan yang akan kau dapat. Tapi lihatlah
dari segi manfaat dan cinta yang pekerjaan itu punyai untukmu. Beliau sudah
mempunyai 3 buku yang diterbitkan.
Pelajaran kedua aku dapat dari mas
Gama. Bidang yang ia geluti sama dengan mas mukhotib, bukan menulis. Tapi mengenai
advokasi. Saat itu, kami berada dalam sebuah meja yang sama, berdua.
“asli mana dek?”
“Cilacap mas”
“besok rencana lulus mau kemana?”
“ga tahu mas, niatnya mau coba diluar
jawa dulu. Tapi ga tau juga belum fix”
“la emank pacar kamu orang mana?” *mas,
lak itu berhubungan ama pacar?? -_-
Ia hanya berkata, kalo kmu punya pacarkan
biasanya udah ada planning. Saat itu aku hanya tersenyum manis. Entah aura apa
yang ditangkap oleh mas Gama, entah hal apa yang ia baca dari wajahku. Ia hanya
berkata...
“Spion itu bukan digunakan untuk
bercermin. Ia hanya digunakan untuk melihat sekilas. Sama seperti masa lalu, ia
bukan digunakan sebagai referensi, namun hanya sebagai catatan”
Aku hanya terdiam. Tak tahu aku harus
berkata apa.
“Saat itu, apa yang membuat mas Gama
memutuskan untuk menikah”
“aku mencintainya, dan aku tahu aku
tak bisa jika aku tak menikahinya”
Ia hanya sedikit bertanya, apa yang
terjadi pada masa laluku. Akupun tak bisa berkata apapun.
Pernah berfikir bahwa kau tak bisa
hidup seorang diri tanpa seseorang berada disampingmu? Aku pernah. Hingga suatu
saat seseorang pernah berkata padaku, dari dulu kau sendiri hingga ajal
menjemputmu pun kau akan sendiri. Ia berkata padaku tepat disaat ia memutuskan hubungan
kami yang sempat terjalin cukup lama.
Aku sempat berfikir bahwa itu tak
mungkin. Aku tak bisa sendiri. Suatu waktu, Tuhan benar-benar mengajariku apa
itu sendiri, sampai sekarang. Kesalahan terbesarku adalah aku terlalu menikmati
rasa kesendirianku yang kini terasa begitu indah.
“menikah itu pilihan. Tapi dengan
menikah ataupun mempunyai seseorang yang berada disampingmu tak akan mengubah
hidupmu 100%. Cintamu hanya akan bertambah”
“dapatkanlah seseorang yang tak
membatasimu, karna ketika ia menjadi pemimpinmu ia akan lebih membatasimu. Jadilah
dirimu sendiri saat kamu memasuki proses dengannya. Itu adalah ajangmu untuk mengenali
dirinya dan mengenalkan dirimu”
Tuhan, bila aku
meminta seseorang untuk menemaniku, apa itu boleh??
Itu
adalah sekilas hal yang aku dapat dari sebuah pertemuan singkat yang membukakan mataku.
“Spion itu bukan digunakan untuk bercermin. Ia hanya digunakan untuk melihat sekilas. Sama seperti masa lalu, ia bukan digunakan sebagai referensi, namun hanya sebagai catatan”
- Gama -
Komentar