Kita menyebutnya dengan masa lalu. Masa lalu
yang dahulu terasa sangat indah, yang sempat membuat hati melayang kemudian
jatuh terjerembab. Yang terasa sangat indah jika dikenang, tersenyum tanpa kau
sadari.
Untuk seseorang yang ada di masa lalu,
Hai. Kamu yang telah mengajariku banyak
hal. Terimakasih sudah sempat menemaniku selama hampir 5 tahun. Terima kasih
atas sebuah kecupan kening yang sempat kau daratkan di keningku. Terimakasih atas
genggaman hangatmu yang kau beri saat aku merasa terjatuh. Terimakasih atas
senyum manismu yang beberapa kali engkau beri kepadaku. Terimakasih atasmu yang
sudah mengajariku untuk berhijab.
Ketahuilah aku menangis hanya karnamu
dahulu, di awal 2013 hingga seminggu lebih lamanya. Aku mengenangmu entah
berapa lama. Aku yang masih mengharapkanmu saat itu, berharap kau kembali dan
kita melanjutkan perjalanan kita yang sempat terhenti. Sebuah janji yang sempat
kau ucapkan untuk mengarungi hidup bersama.
Aku bermain hati dengan beberapa
orang setelahmu. Yang sering aku lupa tanpa sadar menyebut mereka kakak. Sebuah panggilan
sayang yang dahulu aku berikan khusus untukmu. Aku bilang, aku bermain hati. Haha..jahat
memang. Yah, aku menjadi jahat setelah berpisah denganmu. Mungkin aku sudah
menjadi PHP yang ulung.
Aku tak bisa merasakan kenyamanan dengan
mereka, sama seperti aku merasa nyaman denganmu. Pernah aku menggenggam tangan
mereka, tapi aku lepaskan karna aku tak
mendapatkan rasa nyaman dengan mereka sama seperti aku yang merasa nyaman
denganmu. Nyatanya, kenyamanan itu bukan hal mudah yang bisa aku temukan.
Aku yang terkadang merindukanmu, yang
dulu. Namun aku yang sudah tak berharap kau yang sekarang kembali lagi. Mungkin
benar, bukan kau yang aku rindukan. Tapi kebersamaan yang aku rindukan.
Masih teringat dengan jelas kata-katamu,
“kakak sudah jenuh, dan rasa jenuh ini
sudah tak bisa ditahan lagi”
“kamu bisa sendiri, bahkan dari dulu pun
kamu sendiri”
Lima tahun bukan waktu yang singkat. Bukan
pula waktu yang lama. Aku bersyukur atas segala hal yang dahulu sempat membuatku menyalahkan diriku sendiri.
Aku sudah tak mau bermain hati (lagi). Aku
yang sekarang bahkan sangat takut untuk mencoba mendekat dengan seorang pria. Aku
yang bermimpi dapat memulai suatu kehidupan bersama dengan seseorang dari
bawah. Seseorang yang bisa menerimaku apa adanya, tanpa mengatur dan
mempersempit ruang lingkupku. Aku tak mengharapkan mendapatkan seorang
laki-laki suci dengan ketampanan dan kemapanan seperti yang kamu miliki, aku
sadar diri ini sekarang sudah lebih kotor dari aku yang dahulu. Aku berubah
banyak. Sangat banyak. Tapi aku suka dengan diriku yang sekarang. Aku hanya tak tahu, adakah orang yang memang mau menerimaku dengan tulus?
Hai masa lalu. Aku akan bercerita. Aku
sekarang begitu takut untuk berkomitmen. Bahkan beberapa kali aku berfikir
untuk tidak menikah. Aku sekarang begitu takut untuk mencoba mengenal lelaki
secara mendalam. Aku takut aku tak bisa merasa nyaman dengannya. Aku begitu
takut menyakiti hati seseorang.
Tapi aku menemukan sebuah
kenyamanan dengan seseorang. Yang lama aku tak dapatkan rasa nyaman ini dengan
beberapa lelaki. Aku menemukan sebuah kenyamanan pada dirinya. Seorang teman,
yang tanpa sadar aku cintai. Aku yang berusaha melupakannya, namun terasa
semakin mengingatnya. Aku yang membiarkan rasa ini ada, dan tanpa aku pinta
rasa ini semakin besar. Aku dahulu mempunyai sebuah alasan untuk mempertahankan
rasa cintaku kepadamu, dan kini aku tak mempunyai alasan untuk terus
mencintainya. Aku tak tahu.
Aku begitu takut mengekangnya. Seperti aku
yang dahulu begitu mengekangmu karna sifat pencemburuku yang begitu besar. Aku hanya
suka melihat ia tersenyum dengan bahagia, tawanya yang sering aku rindukan. Rasa putus asanya seperti menjadi sebuah kesedihanku. Aku sakit mendengar ia dipergunjingkan oleh oranglain
didepanku. Rasanya ingin menampar mereka saja. Atas dasar apa mereka
mempergunjingkan dia yang bahkan mereka tak tahu apa-apa tentang kehidupannya.
Ia sangat berbeda denganmu. Aku menjadi
nakal dengannya. Aku menjadi gila dengannya. Tapi ia tetaplah ia, yang aku
sukai karna dia yang seperti itu. Ia yang mengajariku untuk menemukan tujuan hidupku. Ia yang sedang dekat dengan oranglain atau
mungkin sedang mencintai oranglain, entah. Aku tak mau mengetahui lebih
dalam. Itu terkadang terasa sakit. Tapi rasanya bahagia melihat
senyumnya saat ia membuka ponselnya membaca sebuah message yang entah itu dari siapa.
Masa lalu, aku tak akan bermain hati (lagi) dengan lelaki yang aku tahu aku tak bisa merasa nyaman. Biarlah aku menjadi seorang diri hingga rasa ini hilang padanya. Sudah cukup aku menjadikan beberapa orang tanpa dosa sebagai pelarianku padamu.
Masa lalu, aku tak akan bermain hati (lagi) dengan lelaki yang aku tahu aku tak bisa merasa nyaman. Biarlah aku menjadi seorang diri hingga rasa ini hilang padanya. Sudah cukup aku menjadikan beberapa orang tanpa dosa sebagai pelarianku padamu.
Aku kakak, begitu takut
menyentuh dia. Tapi aku begitu ingin mendekapnya. Kakak, aku menemukan lagi kenyamanan ini, yang lebih. Namun aku terlalu
takut.
Kakak, senyumku akan selalu mengembang
untukmu. Doaku akan selalu ada untukmu. Jangan pernah berfikir untuk kembali
denganku, semoga Tuhan tak menghendaki itu. Untukmu yang mengajariku tentang
sebuah keikhlasan. Untukmu yang masih menancapkan sebuah trauma.
Terimakasih
Komentar