Hai cinta..
Selamat malam. Tadi pagi aku membuka mataku dengan seribu senyum yang aku lontarkan pada dunia. Senyum ini aku berikan sebagai bukti cinta dan syukurku kepada Tuhan. Bahwa pagi ini, Ia masih memberiku kehidupan dengan segala nikmat yang menyertaiku. Nikmat yang mungkin tak akan pernah bisa aku beli...
Selamat malam. Tadi pagi aku membuka mataku dengan seribu senyum yang aku lontarkan pada dunia. Senyum ini aku berikan sebagai bukti cinta dan syukurku kepada Tuhan. Bahwa pagi ini, Ia masih memberiku kehidupan dengan segala nikmat yang menyertaiku. Nikmat yang mungkin tak akan pernah bisa aku beli...
Aku bertemu dengan seseorang hari ini. Bertemu
dengan seorang pria yang membuatku tak ingin melepas pandanganku darinya. Dia
lelaki. Bukan lelaki sempurna. Mungkin jika kau melihat lebih dekat, parasnya
tak tampan. Perawakannya tak kekar ataupun tinggi. Kulitnya bukan kulit putih
bersih bak selebritas di televisi. Bahkan mungkin tak ada yang mau
mendekatinya. Entahlah. Entah apa yang sedang ada dipikiranku. Aku terdiam
terpaku. Menatap lurus dalam kedua bola matanya. Aku tak membaca apapun di
kedua matanya. Pandangan matanya kosong namun seolah ingin mengajak oranglain
untuk berbincang. Dan mata ini masih tak bisa luput dari kedua mata sayunya.
Laki-laki ini adalah laki-laki paruh baya.
Usianya belum mencapai 30tahun. Namun parasnya nampak lebih tua dari umurnya. Bahkan
aku sempat tak percaya saat dia mengatakan bahwa ia belum menikah. Pandangan
matanya tanpa arti. Senyumnya pun seribu satu cerita..
Ia hanya bisa melihat samar-samar. Matanya sudah
tidak bisa melihat sempurna. Bahkan nyaris tak bisa melihat. Aku menemuinya
saat aku melepas temanku yang hendak pergi ke Singapore, negara yang
konon kecil namun sangat tegas dengan peraturan yang dipunya. Saat itu, laki-laki
itu berdiri di depan pagar masjid sambil menunggu ada seseorang yang
memanggilnya. Yang mau memakai jasanya. Yah, dia adalah seorang tukang pijat
tunanetra. Langkah kakinya yang ragu namun penuh dengan senyum mengantarkan ia
pada mata pencaharian itu, sebuah profesi yang bahkan kita ragukan keahliannya.
Benar itu profesi? Atau orang menggunakannya hanya sebagai alasan untuk
mendapatkan belas kasihan??
Seorang laki-laki tua yang sedang duduk santai di
teras masjid memanggilnya. Dengan keramahan namun seribu satu keraguan yang
mungkin dirasa oleh pemijat itu, petugas parkir yang sedang berjaga datang
menuntunnya. Mendekatkannya kepada si pemanggil. Sebelum ia duduk dimasjid, ia
memegang setiap kaki yang ia lalui. Kemudian setiap laki-laki yang ia pegangi
kakinya hanya berkata, "bukan aku yang minta dipijit. Tapi dia. Laki-laki
yang ada diatasku satu tangga". Si pemijit itu hanya tersenyum kemudian
naik tangga selanjutnya. Tetap mencari badan yang membutuhkan jasanya, kemudian
bergegas melakukan kewajibannya untuk memijat.
Pemijat tunanetra itu bukan pemijat asal-asalan
yang hanya berbekal keterbatasan fisik. Ia bahkan telah mengambil kursus pijat
dikota lain selama 3,5 tahun untuk mengambil profesi yang tak semua orang mau
menjalaninya. Bahkan tak sedikit yang merasa jijik atau menganggap tak berguna
dengan profesi itu. Ia datang ke alun-alun ini, yang ia pikir itu adalah pusat
kota hingga ia bisa mengais rejeki lebih. Setiap pagi pemijat itu diantar oleh adik
laki-lakinya. Ia kembali ke rumah malam hari, entah dengan transportasi umum
atau bersama dengan adiknya lagi, itupun jika adiknya mempunyai waktu. Jarak
rumah dan alun-alun kota itu tak terlalu jauh. Hanya setengah jam menggunakan
motor. Ia juga berkata bahwa ia sudah fasih dengan semua hal yang ada di
alun-alun kota ini, sehingga ia tak perlu khawatir dengan segala hal yang
mungkin akan membuat ia bigung ataupun tersesat.
Dan sekarang, apa yang ada dipikiranmu tentang
pemijat tunanetra ini? Yang sering engkau anggap sebelah mata. Tanpa sebuah keahlian
hanya mengharapkan belas kasihan oranglain. Kita seharusnya malu, malu pada
diri kita sendiri. Dengan berbagai masalah yang ada dalam kehidupan, terkadang
kita merasa bahwa masalah kitalah yang paling kompleks, kitalah yang paling
menderita, bahkan tak ada oranglain yang bisa merasakan apa yang bisa kita
rasakan. Kita menganggap usaha kita sudah maksimal. Benarkah? Semaksimal apa?? Kita
sering meremehkan orang disekitar kita yang sering kita anggap bahwa kasta dia ada dibawah kita,
pendidikannya lebih rendah, tak mempunyai harta yang lebih dari apa yang kita
punya, yah..dia tak bisa merasakan kenikmatan yang bisa kita nikmati. Hahaha..perbaikilah
pola pikir itu. Itu lebih dari cukup
Aku tak pernah habis berfikir, apa jadinya aku
jika aku berada di posisinya. Ia bahkan masih bisa tersenyum, senyumnya tulus,
semangatnya tinggi. Ia bahkan tak menyerah dengan keterbatasan yang ia miliki. Ia
melakukan usaha maksimal. Bahkan ia yang berada di kota Brebes berjuang hingga
ke PSB Pemalang, sebuah panti yang mengajarkannya tentang cara memijat selama
3,5 tahun. Itu 3,5 tahun, apa kabar dengan kita yang masih bersekolah? Untuk menaiki
taraf sekolah yang lebih tinggi menanti 3 tahun saja kita sudah mengeluarkan
seribu satu keluhan. Bahkan ada yang tak tahan kemudian memutuskan untuk keluar
sekolah karna merasa bosan atau bahkan menyerah kemudian berhenti.
Melakukan perjalanan yang jauh mungkin akan kau
anggap sebagai sesuatu yang menyenangkan. Tapi jika kita melakukan sebuah
perjalanan tanpa kita bisa melihat pemandangan indah ditempat tujuan kita, terus aku njur piye? Itu perjalanan,
atau menantang maut? Bahkan kita tak tahu apa yang akan kita temui disana. Masihkah
kita meremehkan pemijat tunanetra itu?
Benar, selamanya oranglain tak akan pernah bisa
merasakan apa yang kita rasakan. Toh
orang lain tak pernah bisa menjadi diri kita. Jadi penderitaan yang kita
rasakan selamanya tak akan pernah bisa dirasakan orang lain. Tapi pernahkah
kita berfikir bahwa kita bukanlah satu-satunya orang yang mempunyai 1001
masalah yang tak bisa dipecahkan. Setiap orang punya masalah. Setiap jiwa
disekeliling kita menyimpan cerita kehidupan yang tak terbayangkan di benak
kita. Kita bahkan bukan satu-satunya manusia dengan segudang masalah. Masalah datang
dengan berbagai cara dan jalan. Bahkan tanpa masalah yang ada, kita tak akan
pernah bisa menjadi kita yang kuat sekarang. Bersyukurlah atas segala masalah
yang kita miliki. Masalah yang membuat kita menjadi kuat. Lihatlah masalah
sebagai sesuatu hal yang membuatmu lebih antusias dalam menjalani hidup, bahkan
tunanetra ini menjadikan keterbatasannya sebagai acuan semangatnya. Adakah alasan
lain untuk menganggap diri kita lebih baik dari ia??
Teman, kasta kita tak lebih tinggi dari si pemijat
itu. Ia bahkan tahu bagaimana cara tersenyum dalam beribu kesulitan yang ia
temui. Ia bahkan lebih kuat dari kita. Ia lebih tahu bagaimana cara berjuang
untuk memenangkan kehidupan. Kita?? Bahkan ketika ada masalah kecil yang
menghadang dengan mudah kita membelokkan diri, mencari pelarian dengan berbagai
hal. Rokok. Narkoba. Miras. Hanya sebatas itukah kekuatan kita? Hanya sebatas
itukah kepandaian kita dalam menyikapi hidup? Lalu kemana pendidikan yang telah
kita raih selama ini? SD, SMP, SMA, S1, S2?? Ilmu apa yang sebenarnya kita
cari? Seharusnya sebagai seorang dengan pendidikan yang lebih tinggi, kita
mempunyai pola pikir dan pemecahan masalah yang jauh lebih maju darinya. Hanya sebatas
itukah harta yang kita miliki?
Percayalah, Tuhan tak pernah memberikan hamba-Nya cobaan diluar batas kemampuannya. Jika Tuhan memberikan suatu masalah, berarti Ia tahu bahwa kita bisa memecahkan masalah tersebut.
Berhentilah melihat seseorang dari fisik yang ia perlihatkan kepada kita. Meremehkan orang lain dan meragukan kemampuannya adalah hal terburuk yang pernah kamu lakukan. Bahkan mereka mungkin tak lebih baik darimu. Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama, bukan harta maupun pendidikan yang membedakan kita dengan oranglain. Hakikatnya kita hidup di dunia untuk belajar. Belajar arti hidup agar kita bisa menjadi bahagia. Lalu jika kita tak bisa bahagia, masih ada alasan untuk hidup?
Yakinlah, bahagia tak harus berasal dari satu sisi. Bahkan kita masih bisa bahagia diatas masalah yang kita hadapi. Karna bahagia berasal dari hati. Hati yang telah Tuhan ciptakan dan berikan kepada setiap manusia. Jadi kesimpulannya, setiap manusia mempunyai hak untuk bahagia. Mudah bukan? Lalu kenapa kau masih merasa susah untuk bahagia?
Komentar