Bulan itu satu. Ia
menerangi malam dan menemani ribuan bintang setiap harinya. Kau bisa melihat
bulan dari manapun kau berada. Bentuknya sama, karna ia memang hanya satu.
Seharusnya setiap manusia mempunyai pandangan dan persepsi yang sama terhadap
bulan. Namun nyatanya itu tak berlaku, setiap manusia mempunyai pandangan dan
persepsi yang berbeda terhadap bulan. Padahal bulan yang kita lihat itu sama.
Lalu kenapa setiap orang mempunyai pandangan, persepsi dan stigma yang berbeda
terhadap bulan??
Jika kita mau
menganalisis, persepsi orang terhadap bulan sama seperti persepsi orang
terhadap Tuhan. Tuhan itu satu. Ia menerangi dan menuntun setiap manusia.
Seharusnya setiap manusia mempunyai persepsi dan pandangan yang sama terhadap
Tuhan. Tapi itu tak terjadi. Bagaimana kita tahu bahwa setiap manusia mempunyai
persepsi yang berbeda terhadap Tuhan?
Dalam hidup kita tahu
adanya berbagai perbedaan yang muncul dalam diri manusia. Ada yang pesimis dan
optimis. Ada yang pintar mengeluh, pandai bersyukur. Ada yang bisa bahagia
dalam sebuah kesederhanaan, ada yang bahkan tak tahu bagaimana cara berbahagia
dalam kemewahan. Sikap manusia yang seperti itu jika kita mau mengamati,
sebenarnya merupakan dampak dari persepsi manusia terhadap Tuhannya. Setiap orang
mempunyai cara tersendiri untuk menilai Tuhan. Ada manusia yang menganggap
bahwa Tuhan selalu ada disampingnya, itulah mengapa ia menjadi manusia yang
optimis. Namun, ada juga yang melihat Tuhan hanya diperuntukkan bagi
orang-orang yang ia anggap ‘suci’.
Beberapa manusia
memandang bulan hanyalah suatu satelit bumi dimana tugas ia menerangi bumi pada
malam hari. Bentuknya tak rata, buruk seperti suatu planet tandus tak
berpenghuni. Namun ada beberapa orang ketika ia memandang bulan, ia tersenyum.
Ia melihat adanya suatu keindahan disana. Sinarnya putih bersih, memancarkan
cahaya hingga membuat setiap orang tak bosan untuk terus menatapnya. Cahayanya
memberikan keteduhan, menggambarkan sebuah kemurnian. Lalu, apakah dua persepsi
itu salah? Tidak, tidak sama sekali. Itu adalah cara kita memandang bulan.
Setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda.
Bagaimana dengan
Tuhan? Pandangan kita terhadap Tuhan acapkali membuat sebuah perbedaan menjadi
pertikaian besar. Hal yang seharusnya menyatukan kita terkadang malah membuat
kita semakin renggang dan saling menganggap bahwa ia paling benar. Darimana
perbedaan itu berasal?? Hati. Ia adalah bagian kecil yang berada dalam tubuh
setiap manusia. Dan setiap manusia memiliki itu. Hati yang membuat setiap
manusia berbeda. Tuhan itu satu. Ia bahkan tak pernah membedakan setiap manusia
berdasarkan fisik maupun penampilan. Ia hanya membedakan manusia berdasarkan
tingkat ketakwaan, bagaimana seseorang bisa berusaha untuk melakukan apa yang
diperintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Lalu kenapa setiap orang
masih saja mengobarkan api permusuhan terhadap apa yang ia persepsikan tentang
Tuhan? Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk mencintai pasangannya.
Begitu juga dengan Sang Pencipta. Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk
menunjukkan kecintaannya terhadap Tuhan. Ada yang menganggap bahwa ketika ia
membuat orangtuanya tersenyum, itu adalah caranya untuk membuatnya semakin
dekat dengan Tuhan. Ada yang suka bersedekah secara sembunyi-sembunyi karna ia
menganggap bahwa keikhlasan cukup hanya Tuhan yang tahu. Ada orang yang suka
menebar kebaikan dengan sesama sebagai bukti cintanya kepada Tuhan yang telah
memberinya kehidupan. Lalu, apakah setiap tindakan yang berbeda itu salah??
Tak ada persepsi yang
benar dan salah antara kita dan Tuhan. Bahkan tak ada orang yang tahu dengan
benar 100% bahwa apa yang dia persepsikan terhadap Tuhan itu benar sekali. Yang
ada hanya yang belum benar dan sudah benar, dimana keduanya masih jauh dari
sempurna. Bahkan setiap orang tak pernah ingin dilahirkan dengan mindset yang berbeda-beda, mindset yang menurut orang salah dan
benar..
Orang sibuk mengagungkan dirinya dengan setiap persepsi yang ia anggap paling benar. Padahal andai kita tahu, bahwa setiap orang memang diciptakan dengan perbedaan agar kita menyatu. Persepsi yang berbeda itu sebenarnya menuju kepada satu tujuan yang sama, kebaikan. Hanya yang orang belum tahu adalah setiap orang mempunyai caranya tersendiri, cara yang berbeda untuk mencapai kebaikan yang hakiki..
Komentar